NASIONAL, Topinfo.id: Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Pardjuni membeberkan soal kondisi peternak ayam broiler banyak yang gulung tikar.
Hal tersebut, disebabkan adanya bisnis perusahaan integrator. Mengingat, penguasaan bibit ayam yang dilakukan integrator telah merusak perekonomian usaha peternak rakyat.
Parjuni menyebut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi dianggap tidak efektif mencegah aksi penguasaan usaha unggas oleh para integrator.
Adapun dalam pasal 19 ayat 1a beleid tersebut menetapkan pelaku integrator wajib memenuhi produksi paling rendah 50% DOC dan Parent Stock (PS) untuk dialokasikan kepada peternak mandiri.
Pada ayat 1b, sisanya paling tinggi 50% produksi DOC dan FS digunakan untuk kepentingan perusahaan integrator sendiri dan mitranya.
“Perusahaan integrator yang tidak mematuhi aturan pemerintah ini yang menyebabkan peternak rakyat mandiri gulung tikar. Kenapa saya sebut begini? Karena populasi yang mereka dalam aturan itu hanya maksimal 50% dari bibit yang mereka miliki, tetapi prakteknya mereka lebih dari itu. Jadi bisa 70%-80%. Ini yang membuat kondisi perunggasan di negara kita ini akhirnya menjadi kacau balau,” kata Pardjuni, Rabu (21/02/2024).
Belum Ada Sanksi Tegas Pelaku
Kendati demikian, Pardjuni menyebut belum ada langkah tegas dari pemerintah untuk menindak dan memberi sanksi kepada perusahaan-perusahaan integrator yang tidak taat aturan itu.
“Perusahaan-perusahaan besar ini merasa dia punya kemampuan, selalu memberikan alasan kepada pemerintah yang notabene-nya mengubah opini pemerintah, untuk seakan-akan dia harus hidup. Ini yang nggak bener. Jadi ke depan ini semoga perusahaan-perusahaan yang tidak taat aturan ini ditertibkan. Dan jika perlu diberi sanksi dan dicabut izinnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Pardjuni mengungkapkan, per hari ini, Rabu 21 Februari 2024 harga ayam hidup di peternak untuk daerah Jawa Tengah berada di kisaran Rp17.000-Rp18.000 per kg, sedangkan harga pokok penjualan (HPP) berada di Rp20.000 per kg.
“Secara prognosa, produksi ayam broiler Januari-Februari tahun ini masih tinggi, populasi DOC yang beredar. Jadi kondisi ini juga masih menimbulkan pertanyaan, apakah nanti peternak masih bisa bertahan atau tidak. Karena dengan potensi yang oversupply ini juga tetap membuat peternak harus berhitung lebih kembali,” tuturnya.
Pardjuni meminta agar perusahaan integrator dapat mengurangi populasi ayam broiler apapun kondisinya. Hal ini merujuk kepada Permentan 32 Tahun 2017, yaitu maksimal 50% dari bibit untuk perusahaan, dan minimal 50% untuk peternak mandiri.
“Dan yang pasti, kita tetap harus minta supaya pabrikan atau integrator itu mengurangi populasinya, karena selama populasi pabrikan tidak berkurang. Hal itu juga ancaman bagi kita untuk keberlangsungan dari peternak mandiri ini. Jadi kelebihan populasi ini harus segera dikurangi di tingkat integrator,” kata Pardjuni.
“Ini yang harus segera diwujudkan. Karena dengan adanya peraturan yang sudah bagus ini kalau tidak dijalankan dengan baik juga percuma. Tetapi kalau semuanya komitmen untuk menjalankan ini, saya kira tidak ada masalah,” imbuhnya.